MAKALAH
PRINSIP EKONOMI ISLAM
“ Prinsip Dasar Konsumsi
dalam Islam ”
Dosen
Pembimbing :
Abdul
Wahab, S.H.I., M.E.I.
Oleh:
Rif’atin
Aprilia
(2013
0232 9053)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. dzat
yang Maha Sempurna, Maha Pencipta dan Maha Penguasa segalanya,
karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
ini sesuai dengan apa
yang diharapkan yaitu tentang
“Prinsip Dasar Konsumsi dalam Islam”. Makalah ini sengaja disusun untuk memenuhi tugas Prinsip
Ekonomi Islam.
Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut berpartisipasi dalam
proses penyusunan tugas ini,
karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan
orang lain dan tanpa adanya bimbingan,
serta rahmat dan karunia dari–Nya.
Penulis berharap
agar mahasiswa khususnya, dan umumnya dari para pembaca dapat memberikan kritik
yang positif dan saran untuk kesempurnaan Makalah
ini.
Lamongan,
02 Desember 2014
|
|
Penulis
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, islam
mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang
membawa manusia berguana bagi kemaslahatan hidupnya.
Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi di atas terdapat dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika manusia dapat melakukan aktifitas konsumsi sesuai
dengan ketantuan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka ia akan menjalankan konsumsi
yang jauh dari sifat hina. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketantuan
al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan
hidupnya.
Untuk itu pada pembahasan kali ini, akan penulis sajikan batas-batas ketantuan atau prinsip-prinsip
dasar dalam konsumsi yang dilakukan oleh seorang muslim.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari konsumsi?
2.
Apa
tujuan dari konsumsi menurut islam?
3.
Apasaja
prinsip-prinsip dasar konsumsi dalam islam?
4.
Bagaimana
Etika konsumsi dalam islam?
5.
Apasaja
faktor yang mempengaruhi konsumsi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Konsumsi
Konsumsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to consume yang
berarti memakai atau menghabiskan, dan dari bahasa Belanda, consumptie,
ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna
suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan secara langsung. [1]
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[2] Jika tujuan
pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia
disebut pengecer atau distributor.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Konsumsi
adalah Pemakaian sumber daya yang ada untuk mendapatkan kepuasan atau utility.
Dan konsumen adalah orang yang melakukan kegiatan konsumsi.
B.
Tujuan
konsumsi
Tujuan utama konsumsi seoarang muslim adalah sebagai sarana
penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsusmsi sesuatu
dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah
akan menjadikan konsusmsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia
mendapatkan pahala.
Konsusmsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai
tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan
ukuran kebahagiaan seseorang diukur dengan tingkat kemampuannya dalam
mengkonsusmsi.
Konsep konsumen adalah raja menjadi arah bahwa aktifitas ekonomi
khususnya produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan kadar
relatifitas dari keinginan konsumen, dimana Al-Qur 'an telah mengungkapkan hakekat
tersebut dalam firman-Nya:
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka. (Muhammad: 12) [3]
Dalam konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan kebaikan
(kehalalan) sesuatu yang akan di konsumsinya. Para fuqaha' menjadikan memakan
hal-hal yang baik ke dalam empat tingkatan, yaitu: [4]
1.
Wajib,
yaitu mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari kebinasaan dan
tidak mengkonsusmsi kadar ini padahal mampu yang berdampak pada dosa.
2.
Sunnah,
yaitu mengkonsusmsi yang lebih dari kadar yang menghindarkan diri dari
kebinasaan dan menjadikan seoarang muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah
berpuasa.
3.
Mubah,
yaitu sesuatu yang lebih dari yang sunnah sampai batas kenyang.
4.
Konsusmsi
yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat dua pendapat, ada yang
mengatakan makruh yang satunya mengatakan haram.
C.
Prinsip
Dasar Konsumsi dalam Islam
Islam tidak mengakui
kegemaran materialistis semata-mata dan pola konsumsi modern. Islam berusaha
mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini. Untuk
menghasilkan energi manusia kan selalu mengejar cita-cita spiritualnya. Menurut
Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip,
yaitu:[5]
1. Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi
sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh).
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 173) [6]
Allah mengharamkan darah, daging binatang yang telah mati sendiri dan
daging babi, karena berbahaya bagi tubuh.
Allah mengharamkan daging binatang yang ketika di
sembelih diserukan nama selain Allah dengan maksud dipersembahkan sebagai
kurban untuk menyembah berhala dan persembahan bagi orang yang dianggap suci
atau siapapun selain Allah karena berbahaya bagi moral dan spiritual karena
hal-hal ini sama dengan mempersekutukan Tuhan.
Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan
bagi orang yang suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh
memakan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk
kebutuhannya ketika itu saja.
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang
kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan.
Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan
diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah
yang bersih dan bermanfaat.
Makna kebersihan yang lain adalah membersihkan harta kita atau
pendapatan kita sebelum dikonsumsi dengan berzakat. Hal ini menjadi penting,
karena jika kita memakan harta kita sampai habis tanpa mengeluarkan zakatnya
terlebih dahulu, maka menurut Abu Dzar, sama artinya dengan kita mencuri harta
orang lain kemudian memakannya.
3. Prinsip
Kesederhanaan.
Prinsip ketiga ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minum adalah sikap tidak berlebihan yang berarti janganlah makan secara berlebihan.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(Al-Maidah: 87) [7]
Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi
pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebihan
tentu akan ada pengaruhnya pada pencernaan (perut). Praktek mematangkan jenis
makan tertentu, dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
Menurut Afzalur Rahman, pemborosan paling tidak mengandung tiga arti:
a.
Membelanjakan harta untuk hal-hal yang diharamkan,
seperti judi, minuman keras, dan lain-lain.
b.
Pengeluaran yang berlebih-lebihan untuk barang-barang
yang halal, baik di dalam, apalagi diluar batas kemampuan seseorang.
c.
Pengeluaran untuk amal shaleh, tapi diniatkan untuk
pamer.
Kesederhanaan juga bermakna tidak kikir.
Kekikiran mengandung dua arti:
a.
Jika seseorang tidak mengeluarkan hartanya untuk diri
dan keluarganya sesuai dengan kemampuannya.
b.
Jika seseorang tidak membelanjakan sesuatu apapun
untuk tujuan tujuan yang baik dan amal.
4. Prinsip Kemurahan
hati.
Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman untuk
manusia. Maka sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan kemurahan
hati. Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan maka hendaklah
kita sisihkan rezeki yang ada pada kita kemudian kita berikan kepada mereka
yang sangat membutuhkannya.
Tindakan ini sangat dimuliakan oleh Allah, dimana Allah menyediakan
ganjaran yang besar, menghapuskan dosanya, menghilangkan rasa ketakutan dan
kesedihan dari orang yang berinfaq tersebut. Misalnya:
Jika pendapatan perbulan adalah Rp 10 juta, dan kebutuhan minimum
sebesar Rp 8 juta, maka sisanya Rp 2 juta mestinya diinvestasikan untuk akherat
(diinfaqkan). Pengeluaran yang Rp 8 juta ini harus dibelanjakan untuk
barang-barang yang maslahat (berguna) dengan memaksimumkan kemaslahatan
pengeluaran tadi.
5. Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan
minuman langsung tetapi dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau
kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk
menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya
setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu
memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam
menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
D.
Etika
Konsumsi dalam Islam
Adapun etika konsumsi islam harus
memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah:[8]
1.
Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang yang baik dan
halal (halalan thoyyiban) yaitu:
a.
Zat, artinya secara materi barang tersebut telah disebutkan
dalam hukum syariah.
(1)
Halal, dimana asal hukum makanan adalah boleh kecuali yang
dilarang.
(2)
Haram, dimana hanya beberapa jenis makanan yang dilarang
seperti babi, darah.
b.
Proses, artinya dalam prosesnya telah memenuhi kaidah
syariah, misalnya
(1)
Sebelum makan baca basmalah, selesai makan baca hamdalah,
menggunakan tangan kanan dan bersih.
(2)
Cara mendapatkannya tidak dilarang, misal: riba, merampas,
judi, menipu, mengurangi timbangan, tidak menyebut Allah ketika disembelih,
proses tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk kecuali yang sempat disembelih
sebelum matinya.
2.
Kemanfaatan atau kegunaan barang yang dikonsumsi, artinya
lebih memberikan manfaat dan jauh dari merugikan baik dirinya maupun orang
lain.
3.
Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak
terlalu sedikit atau kikir atau bakhil, tapi pertengahan, serta ketika memiliki
kekayaan berlebih harus mau berbagi melalui zakat, infak, sedekah maupun wakaf
dan ketika kekurangan harus sabar dan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya.
E.
Faktor
yang Mempengaruhi Konsumsi
Pendapatan memainkan peran yang sangat penting dalam teori konsumsi
dan sangat menentukan tingkat konsumsi. Selain pendapatan, sesungguhnya
konsumsi ditentukan juga oleh faktor-faktor lain yang sangat penting, antara
lain:[9]
1.
Selera
2.
Faktor
social ekonomi, misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga.
3.
Kekayaan
4.
Keutungan
/ kerugian capital
5.
Tingkat
harga
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan. Orang yang melakukan kegiatan konsumsi disebut
konsumen.
Konsumen muslim tidak akan melakukan permintaan terhadap barang
sama banyak dengan pendapatan, sehingga pendapatan habis, karena mereka
mempunyai kebutuhan jangka pendek (dunia) dan kebutuhan jangka panjang
(akhirat).
Menurut Mannan, Prinsip dasar konsumsi dalam islam, yaitu:
1.
Prinsip
Keadilan
2.
Prinsip
Kebersihan
3.
Prinsip
Kesederhanaan
4.
Prinsip
Kemurahan hati
5.
Prinsip
Moralitas
B.
Saran
1.
Setiap
muslim harus menggunakan hartanya dengan sebaik-baiknya, tidak boros dan tidak
kikir, dan jangan lupa untuk berzakat.
2.
Dalam
mengkonsumsi makanan, hendaknya seorang muslim memilih makanan yang baik bagi
tubuhnya dan halal.
3.
Seorang
muslim, jangan mengisi perut dengan berlebihan karna akan berpengaruh pada
pencernaan.
[1]
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE, 2005),
162
[2]
Ibid, 164
[3] Depag,
Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah
(Surabaya: CV. Penerbit Fajar Mulya,1998), 503
[4]
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006), 57
[5]
Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Jakarta: Erlangga, 2000), 44
[6] Depag,
Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah , 26
[7] Ibid,
122
[8] Heri
Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Ekonosia,
2003), 42
[9] Muhammad
Nejetullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), 27
DAFTAR PUSTAKA
Depag,
Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah,
Surabaya, CV. Penerbit Fajar Mulya,1998
Heri
Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonosia,
2003
Mannan,
Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Jakarta, Erlangga, 2000
Muhammad,
Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta, BPFE, 2005
Muhammad
Nejetullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, Jakarta, Bumi Aksara,
1991
Mustafa
Edwin Nasution, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, 2006