Pages

Tampilkan postingan dengan label Fikih Muamalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fikih Muamalah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Oktober 2015

Prinsip dasar Muamalah

Prinsip-Prinsip Dasar Muamalah
(Kholifatul mahmudah, M. Ainur Rokhim, Rif'atin Aprilia, Siti Afiyah, Zulaikha)


Rifatin Aprilia - Fafa Apriel - Fatin


Di antara prinsip dasar  fiqh muamalah adalah sebagai berikut :
a.              Hukum Asal dalam Muamalah adalah Mubah (diperbolehkan).
Ulama fiqih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya.
b.             Konsep Fiqih Muamalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan
c.              Menetapkan Harga yang Kompetitif
d.             Meninggalkan Intervensi yang Dilarang
e.              Menghindari Eksploitasi
f.              Memberikan Kelenturan dan Toleransi
g.             Jujur dan Amanah

h.             Menjauhi transaksi Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil, dll.

Senin, 19 Oktober 2015

Makalah AGUNAN (JAMINAN)



MAKALAH
FIKIH MUAMALAH 2
“ Agunan ”

Dosen Pembimbing :
Khozainul Ulum, S.H.I., M.H.I.






Oleh:
Adil Manan
Qurrota A’yun
Rif’atin Aprilia
Saadatul Khoiriyah

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2015

KATA PENGANTAR

   Segala puji bagi Allah SWT. dzat yang Maha Sempurna, Maha Pencipta dan Maha Penguasa segalanya, karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu tentang “Agunan”. Makalah ini sengaja disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fikih Muamalah 2”.
Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari–Nya.
Penulis berharap agar mahasiswa khususnya, dan umumnya dari para pembaca dapat memberikan kritik yang positif dan saran untuk kesempurnaan Makalah ini.




Lamongan, 21 Maret 2015







Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I        PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
B.           Rumusan Masalah.................................................................... 1
C.           Tujuan Penulisan...................................................................... 2
BAB II       PEMBAHASAN
A.           Pengertian Agunan.................................................................. 3
B.           Fungsi Jaminan........................................................................ 4
C.           Konsep Jaminan dalam Hukum Islam..................................... 5
D.           Penilaian dan Pengikatan Jaminan........................................... 5
BAB III     PENUTUP
A.           Kesimpulan.............................................................................. 11
B.           Saran ....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Jaminan pada dasarnya dalam sebuah kontrak bagi hasil seperti mudharabah, eksistensi dari jaminan tidak dibutuhkan, mengingat didalamnya sudah mengatur mengenai risiko bagi para pihak ketika terjadi kerugian.
Tingkat urgenitas dari sebuah jaminan adalah berkaitan dengan kekhawatiran shahibul mal mengenai kemungkinan terjadinya penyelewengan yang dilakukan mudharib. Dengan kata lain moral hazard menjadi factor mengapa jaminan menjadi penting. Adanya jaminan juga diharapkan dapat mengcover kemungkinan terjadinya Total Loss.
Masalah yang timbul kemudian adalah dalam pengajuan pembiayaan, dalam penyaluran diperlukan adanya jaminan atau agunan untuk menghindari adanya penyimpangan. Namun bagi masyarakat kalangan bawah dan menengah masih sulit melakukan pinjaman dengan adanya jaminan tersebut. Untuk itulah penulis merasa perlu untuk membahas mengenai jaminan (agunan).

B.            Rumusan Masalah
1.             Apa definisi dari Agunan?
2.             Apa fungsi dari Agunan?
3.             Bagaimana konsep Agunan dalam Islam?
4.             Bagaimana cara Penilaian dan Pengikatan sebuah Agunan (Jaminan)?


C.           Tujuan Penulisan
1.             Untuk mengetahui definisi dari agunan.
2.             Untuk mengetahui fungsi dari agunan.
3.             Untuk mengetahui konsep agunan dalam islam.
4.             Untuk mengetahui cara penilaian dan pengikatan sebuah agunan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Agunan (Jaminan)
Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga.

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Baqarah: 283)[1]
Jaminan dalam pengertian yang lebih luas tidak hanya harta yang ditanggungkan saja, melainkan hal-hal lain seperti kemampuan hidup usaha yang dikelola oleh debitur. Untuk  jaminan jenis ini, diperlukan kemampuan analisis dari officer pembiayaan untuk menganalisa circle live usaha debitur serta penambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan pembiayaan  yang telah diberikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.[2]

B.            Fungsi Jaminan
Jaminan dalam pembiayaan memiliki dua fungsi yaitu Pertama, untuk pembayaran hutang seandainya terjadi waprestasi atas pihak ketiga yaitu dengan jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama, atau sebagai indikator penentuan jumlah pembiayaaan yang akan diberikan kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi nilai harta yang dijaminkan.
Fungsi jaminan adalah untuk menyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepaanya sesuai yang diperjanjikan. Jaminan pembiayaan berupa watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha yang dimiliki debitur merupakan jaminan immateriil yang berfungsi sebagai first way out. Dengan jaminan immateriil tersebut dapat diharapkan debitur dapat mengelola perusahaannya dengan baik sehingga memperoleh pendapatan (revenue) bisnis guna melunasi pembiayaan sesuai yang diperjanjikan. Jaminan pembiayaan berupa agunan bersifat kebendaan (materiil) berfungsi sebagai second way out. Sebagai second way out, pelaksanaan penjualan/eksekusi agunan baru dapat dilakukan apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya melalui first way out.[3]
Menurut Prof. Soebekti jaminan yang baik dapat dilihat dari: [4]
1.             Dapat membantu memperoleh pembiayaan bagi pihak ketiga,
2.             Tidak melemahkan potensi pihak ketiga untuk menerima pembiayaan guna meneruskan usahanya,
3.             Memberikan kepastian kepada bank untuk mengeluarkan pembiayaan dan mudah diuangkan apabila terjadi wanprestasi .

C.           Konsep Jaminan dalam Hukum Islam
Secara umum jaminan  dalam hukum Islam (fiqh) dibagi menjadi dua; jaminan yang berupa orang (personal guarancy) dan jaminan yang berupa harta benda. Yang pertama sering dikenal dengan istilah dlaman atau kafalah. Sedangkan yang kedua dikenal dengan istilah rahn.
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’anhu). Menurut bank Indonesia, kafalah adalah akad pemberian jaminan (makful ‘alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
Sedangkan rahn menurut bahasa berarti al-tsubut dan al-habs, yaitu penetapan dan penahanan. Adapula yang menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat.[5] Secara istilah yaitu, menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut ajaran islam sebagai jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan dapat mengambil piutang atau mengambil sebagian manfaat barang itu. Menurut Dewan Syariah Nasional, Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminan atas hutang.[6] Sedangkan menurut Bank Indonesia, Rahn adalah akad penyerahan barang/harta dari nasabah kepada bank sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.

D.           Penilaian dan Pengikatan Jaminan
1.             Penilaian / taksasi ( Appraisal ) jaminan
Jaminan yang diberikan selanjutnya perlu dilakukan appraisal guna mengetahui seberapa besar nilai harta yang dijaminkan. Penilaian atau appraisal didefinisikan sebagai proses menghitung atau mengestimasi nilai harta jaminan. Proses dalam memberikan suatu estimasi didasarkan pada niali ekonomis suatu harta jaminan baik dalam bentuk properti berdasarkan hasil analisa fakta-fakta obkjektif dan relevan dengan menggunakan metode yang berlaku.
Barang jaminan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu :
a.             Tangible ( berwujud) seperti tanah, kendaraan, mesin, bangunan dll
b.             Intangible ( tidak berwujud) seperti hak paten, Franchise, merk dagang, Hak cipta dll
c.             Surat-surat berharga.
Adapun dasar penilaian sebuah jaminan di dasarkan atas beberapa hal yaitu :
a.             Nilai pasar ( Market Value)
yaitu perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti pada tanggal penilaian antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual dalam suatu transaksi bebas ikatan yang penawarannya diakukan secara layak diama kedua belah pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati tanpa paksaan
b.             Nilai baru ( reproduction)
adalah nilai baru atau baya penggantian baru adalah perkiraan jumlah uang yang dikeluarkan untuk pengadaan pembangunan/penggantian properti baru yang meliputi baiaya, upah buruh dan biaya-biaya lain yang terkait.
c.             Nilai Wajar (Depreciated Replacement cost)
adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari perhitungan biaya reproduksi baru dikurangi biaya  penyusutan yang terjadi karena kerusakan fisik, kemunduran ekonomis dan fungsional.
d.            Nilai Asuransi
adalah nilai perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari perhitungan biaya pengganti baru dari bagian-bagian properti yang perlu diasuransikan dikurangi penyusutan karena kekurangan fisik.
e.             Nilai Likuidasi
adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari transaksi jual beli properti dipasar dalam waktu terbatas dimana penjual terpaksa menjual.
f.              Nilai buku
adalah niali aktiva yang dicatat dalam pembukuan yang dikurangi dengan akumulasi penyusutan atau pengembalian niali-nilai aktiva.
Kedudukan jaminan atau kolateral bagi pembiayaan memiliki karakteristik khusus. Tidak semua properti atau harta dapat dijadikan jaminan pembiayaan, melainkan harus memenuhi unsur MASTS yaitu:[7]
a.             Marketability yakni adanya pasar yang cukup luas bagi jaminan sehingga tidak sampai melakukan banting harga
b.             Ascertainably of value yakni jaminan harus memiliki standar harga tertentu
c.             Stability of value yakni harta yang dijadikan jaminan stabil dalam harga  atau tidak menurun nilainya
d.            Transferability yaitu harta yang dijaminkan mudah dipindah tangankan baik secra fisik maupun yuridis
e.             Secured yakni barang yang dijaminkan dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku apabila terjadi wanprestasi.
2.             Pengikatan Jaminan
Selanjutnya Jaminan akan diikat dengan hukum pengikatan. Hal ini mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI) No.4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972 disebutkan untuk benda-benda yang tidak bergerak memakai lembaga jaminan hipotik, Hak Tanggungan dan fiducia.
Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik orang lain yang secara khusus diperikatkan untuk memberikan suatu tagihan, hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan eksekusi atas barang tersebut. Dasar hukum pengikatan ini adalah kitab undang-Undang Hukum perdata pasal 11162.
Pengikatan / Hipotik akibat perikatan pokok dapat berakhir apabila, Pertama karena pembayaran, Kedua penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan dan penitipan, Ketiga pembaruan hutang, Keempat penjumpaan hutang atau kompensasi, Kelima pencampuran hutang, Keenam pembebasan hutang, Ketujuh musnahnya barang yang terhutang, Kedelapan pembatalan, Kesembilan berlakunya suatu syarat batal, Kesepuluh lewat batas waktu.
Hapusnya Hipotik akibat perikatan pokok dilakukan oleh kantor pertanahan atas permintaan debitur yang biasa disebut dengan Roya. Selain itu Hipotik dapat berakir bila penetapan hakim dan pelepasan hipotik oleh si penghutang.
Sedangkan hak tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memeberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur terhadap kreditur-kreditur lain. Hak tanggungan memberikan hak preference pada pemegang terhadap krediturnya yang lain yaitu diutamakan dalam pengembalian hutangnya dari penjualan barang harta jaminan yang dilelang. Dasar hukum pengikatan ini adalah UU no 4 tahun 1996 tangal 9 april 1996 mengenai hak tanggungan.
Hapusnya hak tanggungan sesuai dengan pasal 18 Undang-undang hak tanggungan yaitu :
a.             Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan
b.             Dilepasnya hak tanggungan oleh pemagang hak tanggungan
c.             Pembersihan Hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri
d.            Hapusnya hak tanah yang dibebani oleh hak tanggungan.
Pengikatan yang lain adalah fiducia. Yang dimaksud fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan bahwa benda yang dimilikinya tersebut dalam kepemilikan benda. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No.42 tahun 1999. Pemasangan fiducia hanya bisa dilakukan oleh pemilik barang bergerak yang dijadikan jaminan yang dilakukan dihadapan notaris. Apabila dibuat dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat barang jaminan. Akta fiducia didaftarkan di kantor kanwil kehakiman setempat dan dapat digunakan untuk mengajukan permohonan eksekusi.
fiducia ada beberapa unsur antara lain :
a.             Hak jaminan
b.             Benda bergerak
c.             Benda tidak bergerak khususnya bangunan
d.            Tidak bisa dibebani hak tanggungan
e.             Sebagai agunan
f.              Untuk pelunasan hutang.
Sedangkan hapusnya fiducia disebabkan oleh hapusnya perikatan pokok yaitu perjanjian atau pengakuan hutang yang mendahuluinya antara lain hapusnya hutang, pelepasan hak atas jaminan fidusia dan musnahnya barang yang menjadi objek jaminan fiducia.
3.             Ongkos atas barang Jaminan
Keberadaan jaminan dalam pembiayan di perbankan syariah tidak dapat dinafikan sangat diperlukan atau menempati posisi yang cukup penting. Jaminan memberikan secure tersendiri terhadap bank atas nasabah pembiayaan dan dapat dijadikan benchmark plafon jumlah pembiayaan yang akan diberikan.
Keberadaan barang jaminan sangat diperlukan menurut Muhammad taqi usmani dalam bukunya An Introduction to Islamic Finance mengatakan bahwa jaminan dalam transaksi murabahah pun sangat diperlukan akan tetapi persoalannya adalah apakah barang jaminan harus diberikan fee charged yang harus ditanggung oleh pihak nasabah?. Terdapat beberapa pendapat bahwa fee bisa saja dibebankan atas jaminan karena diperlukan usaha untuk mencatat secara tertulis atau memerlukan proses administrasi yang menggunakan jasa pihak-pihak lain. Akan tetapi dilain sisi terdapat pendapat tidak membebankan fee atas barang jaminan.[8]

BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga.
Fungsi jaminan adalah untuk menyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepaanya sesuai yang diperjanjikan.
Secara umum (konsep) jaminan  dalam hukum Islam (fiqh) dibagi menjadi dua, yaitu jaminan yang berupa orang (personal guarancy) dan jaminan yang berupa harta benda. Yang pertama sering dikenal dengan istilah dlaman atau kafalah. Sedangkan yang kedua dikenal dengan istilah rahn.
Adapun dasar penilaian sebuah jaminan di dasarkan atas beberapa hal yaitu :
1.             Nilai pasar ( Market Value)
2.             Nilai baru ( reproduction)
3.             Nilai Wajar (Depreciated Replacement cost)
4.             Nilai Asuransi
5.             Nilai Likuidasi
6.             Nilai buku
Selanjutnya Jaminan akan diikat dengan hukum pengikatan. Hal ini mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI) No.4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972 disebutkan untuk benda-benda yang tidak bergerak memakai lembaga jaminan hipotik, Hak Tanggungan dan fiducia.

B.            Saran
1.             Sistem ekonomi Islam menjadi solusi alternatif terhadap ketidakadilan yang muncul akibat sistem ekonomi konvensional, karna ekonomi Islam memiliki keunggulan, baik sebagai ilmu maupun sistem.
2.             Ekonomi Islam membawa nilai-nilai yang belum muncul pada sistem ekonomi konvensional. Contohnya, saat meminjam uang di bank konvensional, pertanyaan atas peminjaman menjadi kurang penting, sedangkan di bank dengan sistem ekonomi Islam, misalnya Bank Syariah, tujuan peminjaman harus jelas
3.             Hendaknya para pelaku Debitur betul-betul menerapkan hukum jaminan sebagaimana yang dimaksudkan peraturan perundangan dan juga tidak bertentangan dengan aturan hukum Islam.



[1] Depag, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah (Surabaya: CV. Penerbit Fajar Mulya,1998), 49
[2] Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), 281
[3] Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 44.
[4] Soebekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (Bandung : Alumni, 1999), 29.
[5] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Rajawali Perss, 2010), 105.
[6] Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002
[7] Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia (Yogyakarta: Andi, 2000), 58
[8] Mufti Muhammad Taqi Usmani, An Introduction To Islamic Finance (Pakistan: Maktaba Ma’ariful Qur’an 2002), 129-131

rifatin aprilia - fafa apriel - rif'atin aprilia - fatin

rifatin aprilia - fafa apriel - rif'atin aprilia - fatinrifatin aprilia - fafa apriel - rif'atin aprilia - fatin

rifatin aprilia - fafa apriel - rif'atin aprilia - fatin

 
Free Website templatesFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates