MAKALAH
ASPEK HUKUM EKONOMI
“
Aspek Pajak dalam Kegiatan Ekonomi ”
Dosen
Pembimbing :
Abdul
Wahab, S.H.I., M.E.I.
Oleh:
Rif’atin
Aprilia
(2013
0232 9053)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. dzat
yang Maha Sempurna, Maha Pencipta dan Maha Penguasa segalanya,
karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
ini sesuai dengan apa
yang diharapkan yaitu tentang
“Aspek Pajak dalam Kegiatan ekonomi”. Makalah ini sengaja disusun untuk memenuhi tugas Aspek
Hukum Ekonomi.
Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut berpartisipasi dalam
proses penyusunan tugas ini,
karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan
orang lain dan tanpa adanya bimbingan,
serta rahmat dan karunia dari–Nya.
Penulis berharap
agar mahasiswa khususnya, dan umumnya dari para pembaca dapat memberikan kritik
yang positif dan saran untuk kesempurnaan Makalah
ini.
Lamongan,
09 Maret 2015
|
|
Penulis
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dunia ekonomi tidak
bisa dilepaskan dari aspek perpajakan. Saat ini pemerintah terus berusaha
meningkatakan penerimaan negara dari sektor pajak. Sebab pada masa mendatang
penerimaan dari sektor pajak akan menjadi primadona dalam mengisi kas APBN,
setelah penerimaan dari sektor minyak dan gas bumi tidak dapat diharapkan
lagi, karena harganya sangat anjlok. Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan
pajak ini tentunya berkaitan erat dengan berkembang tidaknya dunia usaha. Bila
dunia usaha berkembang, maka penerimaan pajak bisa dipastikan akan meningkat.
Sebaliknya bila dunia bisnis tidak berkembang, maka penerimaan pajak juga sulit
diharapkan akan meningkat.
Setelah berlakunya undang-undang perpajakan sejak tahun
1983, terdapat bermacam-macam pajak yang berlaku. Oleh karenanya dalam
penyusunan makalah ini akan diuraikan Aspek Pajak Dalam Kegiatan Ekonomi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari Pajak?
2.
Bagaimana
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan?
3.
Apa
itu Pajak Penghasilan?
4.
Apa
itu Pajak Pertambahan Nilai?
5.
Apa
itu Pajak Bumi dan Bangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pajak
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 1 UU KUP).[1]
Dari definisi tentang pajak di atas, dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:
1.
Pembayaran pajak harus
berdasarkan undang-undang;
Ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.”
2.
Sifatnya dapat
dipaksakan;
Pajak dapat dipaksakan
apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan
sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
3.
Tidak ada kontraprestasi
yang dapat langsung dirasakan oleh pembayar pajak;
4.
Pemungutan pajak
dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah;
5.
Pajak digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena
pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:[2]
1.
Fungsi anggaran
(budgetair)
Sebagai sumber pendapatan
negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini
pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2.
Fungsi mengatur
(regulerend)
Pemerintah bisa mengatur
pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak
bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
3.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak,
pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan
stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.
Fungsi redistribusi
pendapatan
Pajak yang sudah dipungut
oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk
juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
B.
Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan (KUP)
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan adalah Undang-Undang NO. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang nomor 9 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 terakhir
dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.[3]
Susunan
dalam satu naskah dari Undang-Undang NO. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
1.
BAB I Ketentuan Umum
2.
BAB II Nomor Pokok
Wajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan dan Tata Cara
Pembayaran Pajak
3.
BAB III Penetapan Dan
Ketetapan Pajak
4.
BAB IV Penagihan Pajak
5.
BAB V Keberatan Dan
Banding
6.
BAB VI Pembukuan Dan Pemeriksaan
7.
BAB VII Ketentuan
Khusus
8.
BAB VIII Ketentuan
Pidana
9.
BAB IX Penyidikan
10.
BAB X Ketentuan
Peralihan
11.
BAB XI Ketentuan
Penutup
Dengan berpegang teguh pada prinsip
kepastian hukum, keadilan, dan kesederhaan, arah dan tujuan perubahan
Undang-Undang tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada
kebijakan pokok sebagai berikut:
1.
Meningkatkan efesiensi
pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan Negara.
2.
Menigkatakan pelayanan,
kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam
bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan
menengah.
3.
Menyesuaikan tuntutan
perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi
informasi.
4.
Meningkatkan keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
5.
Menyederhanakan prosedur
administrasi perpajakan
6.
Meningkatakan penerapan
prinsip self assement secara akuntabel dan konsisten, dan
7.
Mendukung iklim usaha
kea rah yang lebih kondusif dan kompetitif.
C.
Pajak Penghasilan (PPH)
Berdasarkan UU No. 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994 Pajak Penghasilan
adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh oleh seseorang atau suatu badan atau Wajib Pajak
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.[4]
Yang menjadi Objek
Pajak adalah Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan (UU PPh pasal 4 ayat 1). [5]
Dengan demikian pengertian penghasilan dipandang dari segi
mengalirnya tambahan kemampuan ekonomi kepada Wajib Pajak, dapat
diklasifikasikan mejadi 4 (empat) macam, yaitu :
1.
Penghasilan dari pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun
atas pekerjaan bebas.
Penghasilan dari hubungan kerja demikian misalnya
penghasilan yang diterima subjek pajak karena bekerja pada pemberi kerja,
seperti karyawan suatu perusahaan, guru suatu sekolah, dan sebagainya.Sedangkan
penghasilan atas pekerjaan bebas yaitu penghasilan yang diterima subjek pajak
karena menjalankan usaha yang bebas yang tidak berkaitan pada pemberi kerja
tertentu tetapi pekerjaan karena profesinya, seperti pekerjaan bebas seorang
akuntan public, pekerjaan seorang dokter , pengacara, dan sebagainya.
2.
Penghasilan dari kegiatan usaha
yakni kegiatan melalui sarana perusahaan, misalnya laba atau
Sisa Hasil Usaha (SHU), baik dari usaha perseorangan, perseroan, maupun
koperasi.
3.
Penghasilan dari modal
yaitu penghasilan dari harta gerak, harta tidak bergerak,
dan harta yang dikerjakan sendiri. Misalnya bunga dari deposito, tabungan, atau
surat-surat berharga lainnya, serta penghasilan berupa pembagian laba suatu
perusahaan baik berupa dividen maupun bentuk lainnya.
4.
Penghasilan lain-lain
misalnya bisa berupa hadiah undian (menang lotre),
penghasilan karena pembebasan utang, dan penghasilanl lainnya.
Menurut
Pasal 4 Ayat (3) UU No. 17 Tahun 2000, pengecualian penghasilan sebagai objek
pajak adalah sebagai berikut: [6]
1.
Bantuan atau sumbangan, termasukzakat yang diterima oleh
badan aml zakat yang disahkan oleh Pemerintah dan para penerma zakat yang
berhak.
Harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan social atau
pengusaha kecil termasuk koperasi, sepanjang tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, pemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
2.
Warisan
3.
Harta termasuk setoran yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyetoran modal.
4.
Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib
pajak atau pemerintah.
5.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa.
6.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
7.
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
8.
Bagian laba yang diperoleh atau diterima oleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi.
9.
Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa
dana.
10.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
Pajak
penghasilan juga dapat dibedakan berdasarkan pasal-pasalnya, antara lain : [7]
1.
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 merupakan pengenaan pajak terhadap penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan dalam hubungan kerja (karyawan,
karyawati, pegawai), dan pekerjaan bebas (dokter, pengacara, akuntan) atau
dengan kata lain dikenakan terhadap gaji, upah, honorarium, tunjangan, atau
pembayaran lainnya.
2.
PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 mengatur tentang pengenaan dan pemungutan
pajak terhadap penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain yang memperoleh pembayaran untuk barang dan/atau jasa dari APBN
atau APBD.
3.
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 mengatur tentang pengenaan dan pemungutan pajak
atas penghasilan modal yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak dalam negeri
dalam suatu tahun pajak .Objek atau penghasilan dari modal tersebut dapat
berupa: dividen, bunga, termasuk premium, diskonto,dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain.
4.
PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri, yang bisa dikreditkan (diperhitungkan kemudian).
5.
PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan pajak penghasilan yang terutang
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan dan dalam melakukan pelunasan
pembayaran pajaknya, maka Wajib Pajak diperbolehkan mengangsurnya.
6.
PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan pajak atas
penghasilan yang dibayarkan atau yang terutang dengan nama dan dalam
bentuk apapun oleh badan pemerintah, BUMN, BUMD atau Wajib Pajak dalam negeri
lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri.
Tarif Pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi:[8]
1.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai
berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp. 25.000.000,00
|
5 %
|
Di atas 25.000.000,00 s.d
50.000.000,00
|
10 %
|
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp.
100.000.000,00
|
15 %
|
Di atas Rp. 100.000.000,00 s.d Rp.
200.000.000,00
|
25 %
|
Di atas Rp. 200.000.000,00
|
35 %
|
2.
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah
sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00
|
10 %
|
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp.
100.000.000,00
|
15 %
|
Di atas Rp. 100.000.000,00
|
30 %
|
D.
Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), diatur dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 yang mulai berlaku
tanggal 1 Juli 1984 dan terakhir diubah dengan UU No. 18 Tahun 2000.
Pengertian
dari Pajak Pertambahan Nilai adalah golongan pajak yang dikenakan atas konsumsi
suatu barang ataupun jasa tertentu di daerah pabean.
Daerah
Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan,
dan ruang udara di atasnya,serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eklusif
dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan.[9]
Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 4 tentang Objek Pajak, bahwa
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:[10]
1.
Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha. Penyerahan barang ini harus memenuhi syarat :
a. Barangnya merupakan barang kena
pajak
b. Penyerahan dilakukan di daerah
pabean
c. Penyerahan dilakukan dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
2.
Impor BKP, artinya siapapun yang memasukkan BKP ke dalam
daerah pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.
3.
Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha. Penyerahan jasa ini harus memenuhi syarat :
a. Jasa yang diserahkan merupakan
barang kena pajak
b. Penyerahan dilakukan di daerah
pabean
c. Penyerahan dilakukan dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
4.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean.
5.
Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
6.
Ekspor BKP oleh pengusaha kena pajak.
Ternyata
tidak semua barang dan jasa dikenakan PPN. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 Pasal 4A terdapat barang-barang tertentu dan jasa-jasa tertentu yang tidak
dikenakan PPN. Untuk barang yang tidak dikenakan PPN, ada 4 (empat) jenis, yaitu
sebagai berikut :[11]
1.
Barang hasil pertambangan, atau hasil pengeboran, yang
diambil langsung dari sumbernya, yaitu minyak mentah (crude oil), gas
bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara sebelum diproses menjadi briket
batu bara dan bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
dan bijih perak serta bijih bauksit.
2.
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak, meliputi : beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik
yang berjudium maupun yang tidak.
3.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung dan sejenisnya.
4.
Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Sedangkan
untuk jasa yang tidak dikenakan PPN, ada 12 jenis yaitu :[12]
1.
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medic
2.
Jasa di bidang pelayanan social
3.
Jasa di bidang pengiriman surat
4.
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi
5.
Jasa di bidang keagamaan
6.
Jasa di bidang pendidikan
7.
Jasa di bidang kesenian
8.
Jasa di bidang penyiaran
9.
Jasa di bidang angkutan
umum di darat dan laut
10.
Jasa di bidang tenaga
kerja
11.
Jasa di bidang perhotelan
12.
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum.
Tarif
Pajak Pertambahan Nilai, sesuai dengan UU No.18 Tahun 2000 Pasal 7 adalah
sebagai berikut: [13]
1.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10 % (sepuluh persen)
2.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atau Ekspor Barang Kena Pajak
adalah 0 % (nol persen)
3.
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5 % (lima
persen) dan setinggi-tingginya 15 % (lima belas persen).
E.
Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan adalah salah satu jenis pajak yang
dikenakan terhadap objek berupa bumi dan atau bangunan. Oleh karena jenis pajak
ini mengenakan pajak terhadap bumi dan bangunan, maka kalangan dunia usaha atau
bisnis juga seringkali memantau ketentuan-ketentuan yang mengaturnya, agar
mereka juga dapat mengantisipasi dalam rangka kegiatan bisnis sehari-hari.
Dunia bisnis yang sering kali mengantisipasi masalah ini adalah bisnis di
bidang property serta bisnis yang berkaitan dengan masalah tanah dan bangunan
lainnnya.
Untuk itu beberapa termonologi yang diatur dalam UU Nomor 12
Tahun 1994 tentang PBB perlu dikemukakan, sebagai berikut :
1.
Bumi : permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Pengertian
permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Indonesia.
2.
Bangunan : konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: jalan lingkungan
yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks
bangunan tersebut, jalan TOL, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga,
galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan,/kilang minyak, air
dan gas, pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.
3.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP): harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli. Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,
atau nilai jual objek pajak pengganti.
Yang menjadi subjek pajak dalam PBB adalah badan atau
perseorangan yang mempunyai hak atas bumi baik memiliki, menguasai dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan (UU PBB 12 Tahun 1994 Pasal 4 ayat 1). [14]
Pada dasarnya dalam Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengenal
pengecualian terhadap subjek pajak, oleh karena PBB merupakan pajak yang
objektif atau termasuk pajak kebendaan, pengecualian hanya pada objek saja.
Objek-objek pajak yang tidak dikenakan PBB dalam UU PBB 12
Tahun 1994 Pasal 3, antara lain :[15]
1.
Yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
di bidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan, kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2.
Yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau
yang sejenis dengan itu.
3.
Yang merupakan hutang lindung, hutan suaka alam, hutan
wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
4.
Yang digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbale balik
5.
Yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Fungsi pajak, yaitu:
1.
Fungsi anggaran
(budgetair)
2.
Fungsi mengatur
(regulerend)
3.
Fungsi stabilitas
4.
Fungsi redistribusi
pendapatan
Dasar
hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang NO. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 9 Tahun 1994 dan
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun
2007.
Pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh oleh seseorang atau suatu badan atau Wajib Pajak
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak penghasilan juga dapat
dibedakan berdasarkan pasal-pasalnya, antara lain :
1.
PPh Pasal 21
2.
PPh Pasal 22
3.
PPh Pasal 23
4.
PPh Pasal 24
5.
PPh Pasal 25
6.
PPh Pasal 26
Pengertian
dari Pajak Pertambahan Nilai adalah golongan pajak yang dikenakan atas konsumsi
suatu barang ataupun jasa tertentu di daerah pabean. Sedangkan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan terhadap objek berupa
bumi dan atau bangunan.
B.
Saran
1.
Setiap
masyarakat yang dikenakan wajib pajak, hendaknya membayar pajak dengan tepat
waktu agar dapat digunakan untuk membangunan Negara.
2.
Bagi
masyarakat golongan atas, hendaknya jangan memanipulasi besarnya pajak yang
ditanggung, karna hal tersebut merugikan wajib pajak lain dan Negara.
[1] Djoko Muljono, Ketentuan Umum Perpajakan Lengkap dengan
Undang-Undang No28 Tahun 2007 (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2008), 1
[2] Ahmad Bagus, Makalah Pajak dalam http://bagus-ahmad.blogspot.com/2013/12/makalah-pajak.html (07 Desember 2013),
08
[3] Djoko Muljono, Ketentuan Umum Perpajakan Lengkap, 3
blogspot.com/2014/04/makalah-aspek-hukum-pajak-dalam-ekonomi.html (09 April 2014), 08
[5] Muda Markus, Undang-Undang Pajak-Pajak Pusat Terbaru (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 12
[6] Ibid, 13
[7] Djoko Muljono, Pengantar PPH dan PPH 21 Lengkap dengan
Undang-Undang (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007), 22
[8] Muda Markus, Undang-Undang Pajak-Pajak Pusat Terbaru,
27
[9] Ibid, 176
[10] Ibid, 182
[11]Ibid, 182
[12] Ibid, 182-183
[13] Ibid, 184
[14] Ibid, 548
[15] Ibid, 547
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Bagus, Makalah Pajak dalam http://bagus-ahmad.blogspot.com/2013/12/makalah-pajak.html
(07 Desember 2013)
Djoko Muljono, Ketentuan Umum Perpajakan Lengkap dengan
Undang-Undang No 28 Tahun 2007, Yogyakarta, CV. Andi Offset, 2008
Djoko Muljono, Pengantar PPH dan PPH 21 Lengkap dengan
Undang-Undang, Yogyakarta, CV Andi Offset, 2007
Muda Markus, Undang-Undang Pajak-Pajak Pusat Terbaru, Jakarta,
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004
Wandy Fajar Putra, Makalah Aspek Hukum Pajak dalam Ekonomi dalam
http://wandi-ar-rayyan.blogspot.com/2014/04/makalah-aspek-hukum-pajak-dalam-ekonomi.html
(09 April 2014)
2 komentar:
Semoga Ilmunya Tambah terus ea kakak....
Terima Kasih Habib...
Posting Komentar